Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 21579 | 07 Sep 2025
Klinis : dengan keluhan pusing, kepala cekot cekot kadang kadang pusing berputar hingga tidak bisa untuk beraktifitas, mual tapi tidak muntah. Susah tidur, bila tidur sering terbangun. Pasien ada riwayat HT dan DM biasa minum glimepirid 1x 4 mg pagi dan amlodipin 1x 10 mg malam. Tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan keluhan yang dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang sesuai, beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Kode SDKI: 00031
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang cukup untuk mempertahankan fungsi pernapasan yang optimal.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
a. Pemeliharaan Ventilasi
Kode SLKI: 0301
Definisi: Kemampuan untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
a. Manajemen Jalan Napas
Kode SIKI: I0301
Definisi: Pemberian bantuan untuk mempertahankan atau memperbaiki ventilasi yang adekuat.
Penjelasan singkat:
Diagnosa keperawatan "Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif" didasarkan pada gejala pusing, kepala terasa berputar, dan mual yang dialami oleh pasien. Hal ini dapat mengindikasikan adanya gangguan pada sistem saraf pusat yang mempengaruhi fungsi pernapasan. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah Manajemen Jalan Napas, yang bertujuan untuk mempertahankan atau memperbaiki ventilasi yang adekuat.
Selain itu, pasien juga memiliki riwayat hipertensi (HT) dan diabetes mellitus (DM) yang mungkin turut mempengaruhi kondisi kesehatannya. Pemantauan tanda-tanda vital, pemeliharaan ventilasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya dokter) menjadi penting dalam penanganan kondisi ini. -
Article No. 21580 | 07 Sep 2025
Klinis : Seorang pasien, Tn. A, laki-laki, berusia 27 tahun, datang ke poli THT rumah sakit dengan keluhan nyeri telinga kanan hebat sejak 2 hari terakhir. Nyeri terutama muncul saat malam hari dan membuat pasien sering menangis. Pasien mengatakan sejak 4 hari sebelumnya pasien mengalami demam, pilek, dan batuk. Dua hari kemudian, muncul keluhan nyeri telinga dan penurunan pendengaran pada telinga kanan. Kemarin malam, telinga kanan mengeluarkan cairan kekuningan bercampur darah, setelah itu pasien tampak agak lega karena nyeri berkurang. Saat ini pasien masih demam (suhu 38,2°C) dan tampak gelisah, sulit tidur karena nyeri, kurang nafsu makan, dan jarang mau minum. Pasien sering memegang telinga kanannya. Tidak ada riwayat trauma pada telinga. Dahulu pasien sering mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) sejak kecil, rata-rata 4–5 kali per tahun. Pasien suka berenang. Riwayat alergi makanan atau obat tidak ada. Tidak ada riwayat penyakit kronis lain. Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat kelainan telinga kronis. Ayah pasien memiliki riwayat sinusitis berulang. Biasanya pasien aktif beraktivitas, sekarang lebih banyak berbaring karena nyeri dan demam. BAB 1x/hari, normal. BAK normal, tetapi sedikit berkurang karena asupan cairan rendah. Pasien sadar compos mentis, mengeluh nyeri telinga (skala 7/10). Pendengaran telinga kanan menurun, sering tidak merespons bila dipanggil dari arah kanan. Pasien tampak gelisah karena merasa tidak nyaman Ketika berinteraksi dengan orang lain akibat cairan keluar dari telinga. Pasien percaya bahwa sakit adalah cobaan, dan selalu membawa anak berobat ke fasilitas kesehatan bila kondisi makin berat. Pasien ke puskesmas bila sakit, tetapi sering hanya membeli obat demam di warung. Pasien belum pernah mendapatkan imunisasi influenza. Nafsu makan menurun sejak sakit, hanya mau makan bubur sedikit. Minum berkurang karena malas. Berat badan 29 kg. Pasien anak sulung dari dua bersaudara. Saat sakit, aktivitas terganggu, Pemeriksaan Fisik ? Tanda vital: Suhu 38,2°C, Nadi 110x/menit, RR 24x/menit, TD 100/65 mmHg. ? Telinga kanan: terdapat sekret purulen bercampur darah di liang telinga, bau tidak sedap. Daun telinga tidak nyeri tekan. Pemeriksaan otoskopi: membran timpani tidak tampak utuh, terdapat perforasi kecil dengan cairan purulen di kavum timpani. ? Telinga kiri: normal. ? Hidung & tenggorokan: terdapat sekret mukopurulen dari hidung, tonsil hiperemis. Pemeriksaan Penunjang ? Laboratorium: Leukosit 14.500/?L (meningkat), CRP meningkat ? Audiometri sederhana (Rinne & Weber): menunjukkan gangguan konduktif di telinga kanan. ? Timpanometri: menunjukkan datar (tipe B) ? Kultur cairan telinga: sedang dikerjakan untuk mengetahui bakteri penyebab (dugaan Streptococcus pneumoniae atau Haemophilus influenzae).
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien Tn. A yang dideskripsikan, maka dapat ditetapkan diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat kode dan definisi SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut (00132)
SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
SLKI: Tindakan untuk mengurangi atau memperlancar pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
SIKI: Intervensi untuk mengurangi atau mencegah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
2. Risiko infeksi (00004)
SDKI: Peningkatan risiko terkena organisme patogen
SLKI: Tindakan untuk mencegah atau meminimalkan terkena organisme patogen
SIKI: Intervensi untuk mencegah atau meminimalkan terkena organisme patogen
3. Gangguan tidur (00095)
SDKI: Gangguan dalam kualitas dan kuantitas tidur yang mengganggu fungsi seseorang
SLKI: Tindakan untuk memfasilitasi tidur dan pemulihan agar dapat kembali berfungsi
SIKI: Intervensi untuk memfasilitasi tidur dan pemulihan agar dapat kembali berfungsi
4. Defisit perawatan diri: makan (00102)
SDKI: Keterbatasan dalam melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri makan
SLKI: Tindakan untuk membantu atau meningkatkan kemampuan dalam melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri makan
SIKI: Intervensi untuk membantu atau meningkatkan kemampuan dalam melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri makan
5. Gangguan komunikasi verbal (00051)
SDKI: Pengurangan, ketidakmampuan, atau ketidakmungkinan untuk menerima, memproses, atau mengekspresikan konsep verbal
SLKI: Tindakan untuk memfasilitasi atau meningkatkan kemampuan menerima, memproses, atau mengekspresikan konsep verbal
SIKI: Intervensi untuk memfasilitasi atau meningkatkan kemampuan menerima, memproses, atau mengekspresikan konsep verbal
Penjelasan singkat diagnosa keperawatan:
1. Nyeri akut: Pasien mengalami nyeri telinga kanan yang hebat, terutama pada malam hari, dan menyebabkan pasien sering menangis.
2. Risiko infeksi: Pasien memiliki risiko tinggi untuk infeksi karena adanya komplikasi otitis media dengan perforasi membran timpani dan cairan purulen pada kavum timpani.
3. Gangguan tidur: Pasien sulit tidur karena nyeri telinga, sehingga mengganggu kualitas dan kuantitas tidurnya.
4. Defisit perawatan diri: makan: Pasien mengalami penurunan nafsu makan dan asupan cairan yang rendah akibat sakit.
5. Gangguan komunikasi verbal: Pasien mengalami penurunan pendengaran di telinga kanan yang menyebabkan gangguan dalam berkomunikasi verbal. -
Article No. 21581 | 07 Sep 2025
Klinis : Secara keseluruhan, tercatat 106 unit rumah mengalami kerusakan, terdiri dari 14 rumah rusak berat dan 92 rumah rusak ringan. Di Desa Tokilo, empat rumah mengalami kerusakan berat dan 21 rumah rusak ringan. Di Desa Tindoli, terdapat 10 rumah rusak berat dan 70 rumah rusak ringan. Selain itu, satu sekolah TK dan sebuah gereja di Desa Tindoli mengalami kerusakan ringan. Desa Pendolo juga melaporkan kerusakan rumah, meskipun data masih terus dikumpulkan.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Kerusakan Lingkungan Fisik Rumah
- Definisi: Kerusakan atau perubahan kondisi fisik rumah yang tidak memadai untuk perlindungan, keamanan, dan kesejahteraan penghuninya.
- Faktor yang Berhubungan: Bencana alam (gempa bumi)
2. Kerusakan Sarana Fasilitas Umum
- Definisi: Kerusakan atau perubahan kondisi fisik fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, dan sarana publik lainnya yang tidak memadai untuk penggunaan.
- Faktor yang Berhubungan: Bencana alam (gempa bumi)
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Membaik
- Kriteria Hasil:
- Rumah menjadi aman dan nyaman untuk ditinggali
- Tidak ada lagi risiko kerusakan atau bahaya bagi penghuni
- Penghuni merasa terlindungi dan sejahtera di lingkungan rumahnya
2. Kondisi Sarana Fasilitas Umum Membaik
- Kriteria Hasil:
- Fasilitas umum dapat digunakan kembali dengan baik dan aman
- Masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas umum secara optimal
- Tidak ada lagi risiko kerusakan atau bahaya bagi pengguna fasilitas
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Lingkungan Fisik Rumah
- Kolaborasi dengan pihak terkait (pemerintah, organisasi, dll.) untuk perbaikan dan rekonstruksi rumah-rumah yang rusak
- Edukasi kepada masyarakat tentang perawatan dan pemeliharaan rumah yang baik
- Pengawasan dan monitoring kondisi rumah secara berkala
2. Manajemen Sarana Fasilitas Umum
- Kolaborasi dengan pihak terkait (pemerintah, organisasi, dll.) untuk perbaikan dan rekonstruksi fasilitas umum yang rusak
- Edukasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan fasilitas umum yang aman dan bertanggung jawab
- Pengawasan dan monitoring kondisi fasilitas umum secara berkala
Penjelasan Rinci:
Berdasarkan informasi yang diberikan, tampak terdapat kerusakan lingkungan fisik rumah dan fasilitas umum akibat bencana alam (gempa bumi) di wilayah tersebut. Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Kerusakan Lingkungan Fisik Rumah" dan "Kerusakan Sarana Fasilitas Umum". Luaran yang diharapkan adalah agar kondisi lingkungan fisik rumah dan fasilitas umum dapat membaik, sehingga masyarakat merasa aman, nyaman, dan dapat memanfaatkan lingkungan serta fasilitas tersebut secara optimal. Intervensi keperawatan yang diperlukan mencakup kolaborasi dengan pihak terkait untuk perbaikan dan rekonstruksi, edukasi kepada masyarakat, serta pengawasan dan monitoring secara berkala. -
Article No. 21582 | 07 Sep 2025
Klinis : Secara keseluruhan, tercatat 106 unit rumah mengalami kerusakan, terdiri dari 14 rumah rusak berat dan 92 rumah rusak ringan. Di Desa Tokilo, empat rumah mengalami kerusakan berat dan 21 rumah rusak ringan. Di Desa Tindoli, terdapat 10 rumah rusak berat dan 70 rumah rusak ringan. Selain itu, satu sekolah TK dan sebuah gereja di Desa Tindoli mengalami kerusakan ringan. Desa Pendolo juga melaporkan kerusakan rumah, meskipun data masih terus dikumpulkan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi tersebut dapat didiagnosis dengan beberapa diagnosa keperawatan sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Cedera (Kode: 00035)
Definisi: Risiko mengalami luka fisik akibat interaksi individu dengan lingkungan atau orang lain.
SDKI: Risiko Cedera
SLKI: Kesejahteraan Fisik
SIKI: Manajemen Lingkungan, Manajemen Keamanan
2. Kerusakan Lingkungan (Kode: 00079)
Definisi: Kerusakan atau perubahan negatif pada lingkungan fisik atau biologi.
SDKI: Kerusakan Lingkungan
SLKI: Kesejahteraan Komunitas
SIKI: Manajemen Lingkungan, Manajemen Bencana
3. Risiko Kerusakan Properti (Kode: 00195)
Definisi: Risiko mengalami kehilangan atau kerusakan barang milik pribadi atau orang lain.
SDKI: Risiko Kerusakan Properti
SLKI: Kesejahteraan Ekonomi
SIKI: Manajemen Lingkungan, Manajemen Keamanan
4. Stres Komunitas (Kode: 00129)
Definisi: Pengalaman individu atau kelompok yang merasa tidak mampu mengatasi kejadian atau masalah yang mengancam kesejahteraan atau fungsi normal komunitas.
SDKI: Stres Komunitas
SLKI: Kesejahteraan Komunitas
SIKI: Manajemen Bencana, Dukungan Psikologis
Penjelasan singkat:
1. Risiko Cedera: Kondisi di mana terdapat potensi untuk terjadinya luka fisik akibat interaksi dengan lingkungan yang rusak, seperti rumah yang rusak.
2. Kerusakan Lingkungan: Kondisi di mana terjadi perubahan negatif pada lingkungan fisik atau biologi, seperti kerusakan pada rumah-rumah dan fasilitas umum.
3. Risiko Kerusakan Properti: Kondisi di mana terdapat potensi kehilangan atau kerusakan barang milik pribadi atau orang lain, seperti kerusakan pada rumah-rumah.
4. Stres Komunitas: Kondisi di mana individu atau kelompok merasa tidak mampu mengatasi kejadian atau masalah yang mengancam kesejahteraan atau fungsi normal komunitas, seperti dampak dari kerusakan bangunan dan fasilitas umum.
Kode dan definisi ini sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). -
Article No. 21583 | 07 Sep 2025
Klinis : Secara keseluruhan, tercatat 106 unit rumah mengalami kerusakan, terdiri dari 14 rumah rusak berat dan 92 rumah rusak ringan. Di Desa Tokilo, empat rumah mengalami kerusakan berat dan 21 rumah rusak ringan. Di Desa Tindoli, terdapat 10 rumah rusak berat dan 70 rumah rusak ringan. Selain itu, satu sekolah TK dan sebuah gereja di Desa Tindoli mengalami kerusakan ringan. Desa Pendolo juga melaporkan kerusakan rumah, meskipun data masih terus dikumpulkan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \b\fs28 DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN\b0\fs24\par
\par
Berdasarkan data kerusakan infrastruktur pasca bencana yang dilaporkan, berikut adalah diagnosa keperawatan komunitas yang relevan beserta penjelasan singkat sesuai standar PPNI:\par
\par
\b 1. Risiko Kerusakan Lingkungan (00046) - SDKI\b0\par
\tab\b Penjelasan:\b0 Kondisi dengan peningkatan kerusakan infrastruktur perumahan dan fasilitas publik (sekolah, gereja) yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat.\par
\par
\b SLKI:\b0\par
\- Membuat peta risiko lingkungan (6810)\par
\- Memantau kondisi lingkungan (6480)\par
\- Identifikasi bahaya lingkungan (6486)\par
\par
\b SIKI:\b0\par
\- Observasi kondisi fisik lingkungan (6480)\par
\- Dokumentasi area berisiko (6510)\par
\- Kolaborasi dengan tim penilai kerusakan (7610)\par
\par
\b 2. Risiko Cedera (00035) - SDKI\b0\par
\tab\b Penjelasan:\b0 Adanya kerusakan struktur bangunan (rumah rusak berat dan ringan) meningkatkan potensi cedera fisik bagi penghuni dan masyarakat sekitar.\par
\par
\b SLKI:\b0\par
\- Manajemen lingkungan: keselamatan (6486)\par
\- Pengendalian risiko (6520)\par
\- Pendidikan: keselamatan individu (5560)\par
\par
\b SIKI:\b0\par
\- Identifikasi faktor risiko cedera (6520)\par
\- Penyuluhan bahaya struktur tidak stabil (5510)\par
\- Rekomendasi evakuasi sementara (6450)\par
\par
\b 3. Ansietas (00146) - SDKI\b0\par
\tab\b Penjelasan:\b0 Keadaan ketidakpastian akibat kerusakan properti dan ketidaklengkapan data dapat memicu respons kecemasan pada masyarakat terdampak.\par
\par
\b SLKI:\b0\par
\- Pengurangan ansietas (5820)\par
\- Dukungan emosional (5270)\par
\- Peningkatan koping (5230)\par
\par
\b SIKI:\b0\par
\- Assesmen tingkat ansietas (5820)\par
\- Teknik relaksasi sederhana (5880)\par
\- Fasilitasi dukungan sosial (7260)\par
\par
\b 4. Keterbatasan Pemukiman (00098) - SDKI\b0\par
\tab\b Penjelasan:\b0 Kerusakan 106 unit rumah menyebabkan keterbatasan tempat tinggal yang layak, terutama pada 14 rumah rusak berat yang tidak layak huni.\par
\par
\b SLKI:\b0\par
\- Manajemen tempat tinggal (6900)\par
\- Bantuan tempat tinggal sementara (6990)\par
\- Koordinasi bantuan perumahan (7410)\par
\par
\b SIKI:\b0\par
\- Identifikasi kebutuhan tempat tinggal (6900)\par
\- Kolaborasi dengan dinas perumahan (7410)\par
\- Pemantauan kondisi pengungsian (6480)\par
\par
\b Rekomendasi:\b0 Perlu dilakukan assesmen menyeluruh di Desa Pendolo mengingat data yang masih dikumpulkan, serta pemantauan berkelanjutan terhadap kondisi struktur bangunan yang mengalami kerusakan ringan untuk mencegah deteriorasi lebih lanjut.\par
} -
Article No. 21584 | 07 Sep 2025
Klinis : KASUS TALASEMIA Seorang gadis berusia lima setengah tahun dari Cozy Corner, L Maavah, Maladewa datang ke unit gawat darurat dengan keluhan batuk, sesak napas, kegelisahan, dan kelelahan. Tidak ada demam yang dilaporkan. Gadis ini telah didiagnosis dengan Beta Talasemia pada usia 2 tahun. Setelah diagnosis, ia tidak melakukan tindak lanjut. Riwayat keluarga tidak menunjukkan adanya gangguan darah atau penyakit genetik. Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat sakit. Tanda vitalnya stabil. Secara klinis, pasien tampak anemia dengan rambut dan kuku yang rapuh. Kuku dan ekstremitas kulit pasien menunjukkan warna kekuningan, dan sklera mata tampak pucat. Kulitnya berwarna abu-abu kehitaman. Pasien tampak mengalami dehidrasi dan memiliki berat badan 13,11 kg. Dia terlihat kurus, kurang gizi dengan postur tubuh pendek, disertai ikterus yang jelas, dan kuku yang kekuningan. Gigi atas yang membusuk, tanpa nyeri atau pembengkakan. Pemeriksaan kepala dan leher menunjukkan pembesaran maksila, bibir atas yang retraksi, dan hidung yang seperti pelana; keseluruhan menggambarkan "wajah Chipmunk" yang klasik. Juga ditemukan kekuningan di batas palatum keras dan lunak. Pemeriksaan intraoral menunjukkan periodontitis lokal dan gigi patah di bagian anterior bawah (lihat Gambar 1). Pemeriksaan abdomen tidak menunjukkan tanda pembesaran limpa. Pemeriksaan oftalmologi dan audiologi dilakukan dan hasilnya dalam batas normal. Pemeriksaan hematologi menunjukkan hemoglobin 4,5 gm/dl. Investigasi hematologis mengungkapkan anemia mikrositik hipokromik dengan anisositosis, poikilocytosis, dan sel darah merah yang berdarah. Kesimpulan dari studi smear perifer adalah anemia hemolitik yang mendukung diagnosis Talasemia yang mengalami krisis hemolitik. Elektroporesis hemoglobin (Hb) dilakukan dan juga mendukung diagnosis Beta Talasemia mayor. Hasil tes HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C adalah negatif. Tes fungsi hati dan fungsi ginjal berada dalam batas normal. Pasien direncanakan untuk transfusi darah. Dia menerima 3 kantong sel darah merah. Setiap kantong sel darah diberikan dengan laju 220 ml setiap 4 jam. Tanda vitalnya dipantau secara rutin selama transfusi untuk mendeteksi komplikasi terkait transfusi. Tidak ditemukan komplikasi selama transfusi. Kemudian, Hb diperiksa dan ditemukan sebesar 9,5 gm/dl. Pasien kemudian dipulangkan dan disarankan untuk kontrol ulang dalam 15 hari. Pada kunjungan tindak lanjut, ferritin diperiksa dan ditemukan sebesar 3562,69 ng/ml. Pasien kemudian mulai diberi agen pengikat besi. Dia diobati dengan Deferoxamine B (DFO) 2 gm per dosis, empat kali seminggu dan Deferasirox oral 400 mg sekali sehari. Hb-nya 7,5 mg/dl, dan pasien ditransfusikan dengan satu kantong sel darah merah serta dipulangkan dengan jadwal tindak lanjut dalam 20 hari untuk transfusi. Pasien dirawat setiap 20 hari untuk transfusi sel darah merah. Tes fungsi hati dan fungsi tiroid diperiksa setiap 20 hari. Pertumbuhan dan perkembangan pasien dinilai pada setiap kunjungan OPD untuk tindak lanjut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kasus talasemia yang telah Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi aktivitas (00092)
SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas harian yang diinginkan/dibutuhkan secara mandiri.
SLKI: Meningkatkan toleransi aktivitas.
SIKI: Manajemen aktivitas, Edukasi aktivitas, Perawatan diri: aktivitas/latihan.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
SDKI: Asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
SLKI: Mempertahankan status nutrisi.
SIKI: Manajemen nutrisi, Monitoring nutrisi, Konseling gizi.
3. Pola tidur terganggu (00198)
SDKI: Gangguan dalam jumlah dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari.
SLKI: Meningkatkan pola tidur.
SIKI: Manajemen insomnia, Pengaturan lingkungan: tidur, Edukasi tidur.
4. Resiko infeksi (00004)
SDKI: Peningkatan resiko terkena penyakit atau organisme patogen.
SLKI: Mempertahankan bebas infeksi.
SIKI: Pencegahan infeksi, Manajemen infeksi, Perawatan luka.
5. Keletihan (00093)
SDKI: Pengalaman terus-menerus akan kurangnya energi dan kapasitas untuk melakukan pekerjaan fisik dan mental pada tingkat yang biasa.
SLKI: Mengatasi keletihan.
SIKI: Manajemen energi, Terapi aktivitas, Edukasi manajemen energi.
Penjelasan singkat masing-masing komponen:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk merumuskan luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk merumuskan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Kode diagnosa, luaran, dan intervensi yang diberikan sesuai dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). -
Article No. 21585 | 07 Sep 2025
Klinis : KASUS TALASEMIA Seorang gadis berusia lima setengah tahun dari Cozy Corner, L Maavah, Maladewa datang ke unit gawat darurat dengan keluhan batuk, sesak napas, kegelisahan, dan kelelahan. Tidak ada demam yang dilaporkan. Gadis ini telah didiagnosis dengan Beta Talasemia pada usia 2 tahun. Setelah diagnosis, ia tidak melakukan tindak lanjut. Riwayat keluarga tidak menunjukkan adanya gangguan darah atau penyakit genetik. Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat sakit. Tanda vitalnya stabil. Secara klinis, pasien tampak anemia dengan rambut dan kuku yang rapuh. Kuku dan ekstremitas kulit pasien menunjukkan warna kekuningan, dan sklera mata tampak pucat. Kulitnya berwarna abu-abu kehitaman. Pasien tampak mengalami dehidrasi dan memiliki berat badan 13,11 kg. Dia terlihat kurus, kurang gizi dengan postur tubuh pendek, disertai ikterus yang jelas, dan kuku yang kekuningan. Gigi atas yang membusuk, tanpa nyeri atau pembengkakan. Pemeriksaan kepala dan leher menunjukkan pembesaran maksila, bibir atas yang retraksi, dan hidung yang seperti pelana; keseluruhan menggambarkan "wajah Chipmunk" yang klasik. Juga ditemukan kekuningan di batas palatum keras dan lunak. Pemeriksaan intraoral menunjukkan periodontitis lokal dan gigi patah di bagian anterior bawah (lihat Gambar 1). Pemeriksaan abdomen tidak menunjukkan tanda pembesaran limpa. Pemeriksaan oftalmologi dan audiologi dilakukan dan hasilnya dalam batas normal. Pemeriksaan hematologi menunjukkan hemoglobin 4,5 gm/dl. Investigasi hematologis mengungkapkan anemia mikrositik hipokromik dengan anisositosis, poikilocytosis, dan sel darah merah yang berdarah. Kesimpulan dari studi smear perifer adalah anemia hemolitik yang mendukung diagnosis Talasemia yang mengalami krisis hemolitik. Elektroporesis hemoglobin (Hb) dilakukan dan juga mendukung diagnosis Beta Talasemia mayor. Hasil tes HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C adalah negatif. Tes fungsi hati dan fungsi ginjal berada dalam batas normal. Pasien direncanakan untuk transfusi darah. Dia menerima 3 kantong sel darah merah. Setiap kantong sel darah diberikan dengan laju 220 ml setiap 4 jam. Tanda vitalnya dipantau secara rutin selama transfusi untuk mendeteksi komplikasi terkait transfusi. Tidak ditemukan komplikasi selama transfusi. Kemudian, Hb diperiksa dan ditemukan sebesar 9,5 gm/dl. Pasien kemudian dipulangkan dan disarankan untuk kontrol ulang dalam 15 hari. Pada kunjungan tindak lanjut, ferritin diperiksa dan ditemukan sebesar 3562,69 ng/ml. Pasien kemudian mulai diberi agen pengikat besi. Dia diobati dengan Deferoxamine B (DFO) 2 gm per dosis, empat kali seminggu dan Deferasirox oral 400 mg sekali sehari. Hb-nya 7,5 mg/dl, dan pasien ditransfusikan dengan satu kantong sel darah merah serta dipulangkan dengan jadwal tindak lanjut dalam 20 hari untuk transfusi. Pasien dirawat setiap 20 hari untuk transfusi sel darah merah. Tes fungsi hati dan fungsi tiroid diperiksa setiap 20 hari. Pertumbuhan dan perkembangan pasien dinilai pada setiap kunjungan OPD untuk tindak lanjut.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus talasemia yang disajikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Intoleransi Aktivitas (00092)
Karakteristik definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan energi.
Faktor yang berhubungan: Anemia, malnutrisi, dan dehidrasi.
2. Kelelahan (00093)
Karakteristik definisi: Sensasi yang berkelanjutan dan subjektif dari kekurangan energi fisik dan/atau mental yang tidak sebanding dengan aktivitas yang dilakukan dan mengganggu kemampuan biasa.
Faktor yang berhubungan: Anemia, malnutrisi, dan penyakit kronis.
3. Gangguan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh (00002)
Karakteristik definisi: Asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Faktor yang berhubungan: Ketidakmampuan untuk makan, anemia, dan malabsorpsi.
4. Resiko Infeksi (00004)
Karakteristik definisi: Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat mengancam kesehatan.
Faktor yang berhubungan: Prosedur invansif (transfusi darah) dan sistem imun yang terganggu.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Toleransi Aktivitas (0005)
- Tingkat Energi (000078)
- Ketahanan (000086)
Indikator yang diharapkan: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mudah, tidak merasa kelelahan, dan menunjukkan peningkatan daya tahan.
2. Pemulihan Energi (0180)
- Tingkat Kelelahan (001927)
- Durasi Tidur (001909)
Indikator yang diharapkan: Pasien menunjukkan peningkatan energi, berkurangnya kelelahan, dan pola tidur yang adekuat.
3. Status Gizi (1004)
- Asupan Makanan (001163)
- Berat Badan (000047)
Indikator yang diharapkan: Pasien menunjukkan peningkatan asupan makanan yang adekuat, serta perbaikan berat badan dan status gizi.
4. Kontrol Infeksi (1842)
- Tanda-Tanda Infeksi (001105)
- Komplikasi Infeksi (001913)
Indikator yang diharapkan: Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan pasien terbebas dari komplikasi infeksi terkait prosedur transfusi.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Energi (4920)
- Identifikasi sumber dan tingkat energi pasien
- Atur aktivitas dan istirahat untuk memaksimalkan energi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
2. Manajemen Kelelahan (0001)
- Kaji pola tidur pasien dan lakukan intervensi untuk meningkatkan kualitas tidur
- Identifikasi dan atasi faktor-faktor yang menyebabkan kelelahan
- Ajarkan teknik manajemen energi dan pengelolaan aktivitas
3. Peningkatan Nutrisi (1100)
- Kaji status nutrisi pasien dan kebutuhan kalori harian
- Berikan makanan bergizi sesuai kebutuhan pasien
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet yang tepat
4. Pencegahan Infeksi (6540)
- Pantau tanda-tanda infeksi secara rutin
- Lakukan prosedur transfusi darah dengan teknik aseptik yang baik
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pencegahan infeksi
Penjelasan rinci dan terperinci:
Diagnosa keperawatan yang ditetapkan berdasarkan kasus talasemia ini mencakup intoleransi aktivitas, kelelahan, gangguan nutrisi, dan risiko infeksi. Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan adalah peningkatan toleransi aktivitas, pemulihan energi, perbaikan status gizi, dan kontrol infeksi. Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut meliputi manajemen energi, manajemen kelelahan, peningkatan nutrisi, dan pencegahan infeksi. Setiap intervensi dirancang untuk mengatasi masalah spesifik yang dihadapi pasien dengan talasemia, sehingga diharapkan dapat mencapai hasil asuhan keperawatan yang optimal. -
Article No. 21586 | 07 Sep 2025
Klinis : KASUS TALASEMIA Seorang gadis berusia lima setengah tahun dari Cozy Corner, L Maavah, Maladewa datang ke unit gawat darurat dengan keluhan batuk, sesak napas, kegelisahan, dan kelelahan. Tidak ada demam yang dilaporkan. Gadis ini telah didiagnosis dengan Beta Talasemia pada usia 2 tahun. Setelah diagnosis, ia tidak melakukan tindak lanjut. Riwayat keluarga tidak menunjukkan adanya gangguan darah atau penyakit genetik. Pada pemeriksaan fisik, pasien terlihat sakit. Tanda vitalnya stabil. Secara klinis, pasien tampak anemia dengan rambut dan kuku yang rapuh. Kuku dan ekstremitas kulit pasien menunjukkan warna kekuningan, dan sklera mata tampak pucat. Kulitnya berwarna abu-abu kehitaman. Pasien tampak mengalami dehidrasi dan memiliki berat badan 13,11 kg. Dia terlihat kurus, kurang gizi dengan postur tubuh pendek, disertai ikterus yang jelas, dan kuku yang kekuningan. Gigi atas yang membusuk, tanpa nyeri atau pembengkakan. Pemeriksaan kepala dan leher menunjukkan pembesaran maksila, bibir atas yang retraksi, dan hidung yang seperti pelana; keseluruhan menggambarkan "wajah Chipmunk" yang klasik. Juga ditemukan kekuningan di batas palatum keras dan lunak. Pemeriksaan intraoral menunjukkan periodontitis lokal dan gigi patah di bagian anterior bawah (lihat Gambar 1). Pemeriksaan abdomen tidak menunjukkan tanda pembesaran limpa. Pemeriksaan oftalmologi dan audiologi dilakukan dan hasilnya dalam batas normal. Pemeriksaan hematologi menunjukkan hemoglobin 4,5 gm/dl. Investigasi hematologis mengungkapkan anemia mikrositik hipokromik dengan anisositosis, poikilocytosis, dan sel darah merah yang berdarah. Kesimpulan dari studi smear perifer adalah anemia hemolitik yang mendukung diagnosis Talasemia yang mengalami krisis hemolitik. Elektroporesis hemoglobin (Hb) dilakukan dan juga mendukung diagnosis Beta Talasemia mayor. Hasil tes HIV, Hepatitis B, dan Hepatitis C adalah negatif. Tes fungsi hati dan fungsi ginjal berada dalam batas normal. Pasien direncanakan untuk transfusi darah. Dia menerima 3 kantong sel darah merah. Setiap kantong sel darah diberikan dengan laju 220 ml setiap 4 jam. Tanda vitalnya dipantau secara rutin selama transfusi untuk mendeteksi komplikasi terkait transfusi. Tidak ditemukan komplikasi selama transfusi. Kemudian, Hb diperiksa dan ditemukan sebesar 9,5 gm/dl. Pasien kemudian dipulangkan dan disarankan untuk kontrol ulang dalam 15 hari. Pada kunjungan tindak lanjut, ferritin diperiksa dan ditemukan sebesar 3562,69 ng/ml. Pasien kemudian mulai diberi agen pengikat besi. Dia diobati dengan Deferoxamine B (DFO) 2 gm per dosis, empat kali seminggu dan Deferasirox oral 400 mg sekali sehari. Hb-nya 7,5 mg/dl, dan pasien ditransfusikan dengan satu kantong sel darah merah serta dipulangkan dengan jadwal tindak lanjut dalam 20 hari untuk transfusi. Pasien dirawat setiap 20 hari untuk transfusi sel darah merah. Tes fungsi hati dan fungsi tiroid diperiksa setiap 20 hari. Pertumbuhan dan perkembangan pasien dinilai pada setiap kunjungan OPD untuk tindak lanjut.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kasus talasemia yang diberikan.
1. Kode ICD-10:
- Kode: D56.1
- Deskripsi: Beta talasemia
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.04
- Deskripsi: Transfusi darah lengkap
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 D56.1 untuk Beta Talasemia:
- Kasus menjelaskan bahwa pasien telah didiagnosis dengan Beta Talasemia pada usia 2 tahun.
- Beta Talasemia adalah jenis talasemia yang paling umum, di mana terdapat defisiensi produksi rantai beta hemoglobin.
- Kode D56.1 dalam klasifikasi ICD-10 sesuai dengan diagnosis Beta Talasemia pada pasien.
2. Kode ICD-9-CM 99.04 untuk Transfusi Darah Lengkap:
- Dalam tatalaksana kasus, pasien menerima 3 kantong sel darah merah sebagai transfusi darah.
- Kode ICD-9-CM 99.04 sesuai untuk prosedur transfusi darah lengkap yang dilakukan pada pasien.
Selain itu, pemantauan fungsi hati, fungsi tiroid, dan penilaian pertumbuhan serta perkembangan pasien juga merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan pasien talasemia mayor ini. -
Article No. 21587 | 07 Sep 2025
Klinis : ansietas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi ansietas.
Diagnosa Keperawatan:
Ansietas (00146)
Definisi:
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang berkaitan dengan antisipasi terhadap bahaya.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Ansietas (10001)
Definisi: Respon emosional dan fisik terhadap ancaman yang diyakini atau dibayangkan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Manajemen Ansietas (10002)
Definisi: Keadaan tenang dan rileks dengan strategi kognitif dan perilaku untuk mengurangi rasa khawatir, takut, dan gelisah.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Manajemen Ansietas (10003)
Definisi: Upaya mengurangi rasa khawatir, takut, dan gelisah dengan strategi kognitif dan perilaku.
Kode dan Definisi:
10001 - Ansietas: Respon emosional dan fisik terhadap ancaman yang diyakini atau dibayangkan.
10002 - Manajemen Ansietas: Keadaan tenang dan rileks dengan strategi kognitif dan perilaku untuk mengurangi rasa khawatir, takut, dan gelisah.
10003 - Manajemen Ansietas: Upaya mengurangi rasa khawatir, takut, dan gelisah dengan strategi kognitif dan perilaku.
Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi Anda. Silakan tanyakan jika ada hal lain yang ingin Anda ketahui. -
Article No. 21588 | 07 Sep 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki usia 12 tahun datang ke IGD dengan keluhan jantung berdebar, nyeri dada, dan pusing. Anak tampak gelisah, berkeringat, dengan nadi 140x/menit irama tidak teratur, TD 110/70 mmHg, RR 26x/menit, dan SpO2 95%. Anak memiliki riwayat kelainan jantung bawaan (VSD kecil) dan tidak rutin kontrol.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi yang dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Irama Jantung Tidak Efektif
b. Nyeri Akut
c. Kecemasan
2. Penjelasan Singkat:
a. Irama Jantung Tidak Efektif
- SDKI: Irama Jantung Tidak Efektif
- SLKI: Pemulihan Irama Jantung
- SIKI: 10019
- Definisi: Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara efektif sebagai akibat dari perubahan irama jantung.
b. Nyeri Akut
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Kontrol Nyeri
- SIKI: 10023
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat.
c. Kecemasan
- SDKI: Kecemasan
- SLKI: Manajemen Kecemasan
- SIKI: 10003
- Definisi: Respon emosional dan psikologis terhadap ancaman yang belum jelas atau tidak diketahui.
Penjelasan secara umum:
Seorang anak laki-laki usia 12 tahun datang ke IGD dengan keluhan jantung berdebar, nyeri dada, dan pusing. Anak tampak gelisah, berkeringat, dengan nadi yang tidak teratur, tekanan darah, dan pernapasan yang meningkat. Anak memiliki riwayat kelainan jantung bawaan (VSD kecil) dan tidak rutin kontrol. Kondisi ini dapat mengindikasikan adanya gangguan irama jantung, nyeri akut, dan kecemasan yang dialami oleh anak.