Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 21690 | 15 Sep 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan sakit perut sebelah kiri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \b\fs28 DIAGNOSA KEPERAWATAN\b0\fs24
\b Kode: 00132\b0
\b Nyeri Akut\b0
\b\fs28 PENJELASAN SDKI - SLKI - SIKI\b0\fs24
\b SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):\b0
\b Kode: 00132 - Nyeri Akut\b0
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, dengan onset mendadak atau lambat, dengan intensitas ringan hingga berat, dan perkiraan waktu kurang dari 3 bulan.
\b SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):\b0
\b Kode: 0801 - Tingkat Nyeri\b0
\b Kode: 0802 - Pengendalian Nyeri\b0
Luaran yang diharapkan:
- Skala nyeri menurun (dari skala 7-10 menjadi 0-3)
- Ekspresi nyeri verbal dan non-verbal berkurang
- Pasien mampu menggunakan teknik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal
\b SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):\b0
\b Kode: 0810 - Manajemen Nyeri\b0
\b Kode: 1400 - Manajemen Medikasi\b0
Intervensi yang direkomendasikan:
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (P, Q, R, S, T)
- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
- Kolaborasi pemberian analgesik sesuai resep
- Monitor efektivitas dan efek samping terapi nyeri
- Lakukan reposisi dan teknik kenyamanan
- Berikan pendidikan kesehatan tentang manajemen nyeri mandiri
\b Catatan:\b0 Diagnosa ini bersifat umum untuk keluhan nyeri abdomen kiri. Penetapan diagnosa keperawatan yang lebih spesifik memerlukan pengkajian lebih mendalam mengenai karakteristik nyeri, penyebab, dan data pendukung lainnya melalui assessment keperawatan yang komprehensif. -
Article No. 21691 | 15 Sep 2025
Klinis : pasien datng dengan keluhan sakit perut
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \b\fs28 \cf0 Berdasarkan keluhan sakit perut yang disampaikan, berikut adalah beberapa kemungkinan Diagnosa Keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI sesuai standar PPNI:
\b\fs24 \cf0 \ul Diagnosa Keperawatan 1:
\b0\fs24 \cf0 \ul Nyeri Akut (Kode: 00132)
\b0\fs24 \cf0
\b SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):\b0 Nyeri dilaporkan atau diekspresikan, perubahan tekanan darah dan nadi, perilaku berhati-hati, ekspresi wajah kesakitan, gelisah.
\line \b SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):\b0 Tingkat nyeri menurun (Kode: 080120), kenyamanan meningkat (Kode: 080205).
\line \b SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):\b0 Manajemen Nyeri (Kode: 1400) - termasuk observasi karakteristik nyeri, manajemen lingkungan, teknik distraksi, pemberian analgesik sesuai instruksi.
\b\fs24 \cf0 \ul Diagnosa Keperawatan 2:
\b0\fs24 \cf0 \ul Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan (Kode: 00025)
\b0\fs24 \cf0
\b SDKI:\b0 Faktor risiko: muntah, diare, atau asupan cairan tidak adekuat yang sering menyertai sakit perut.
\line \b SLKI:\b0 Status hidrasi memadai (Kode: 060215), keseimbangan cairan (Kode: 060101).
\line \b SIKI:\b0 Manajemen Cairan (Kode: 4120) - pemantauan tanda-tanda dehidrasi, pemberian cairan oral/IV, pencatatan balance cairan.
\b\fs24 \cf0 \ul Diagnosa Keperawatan 3:
\b0\fs24 \cf0 \ul Gangguan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh (Kode: 00002)
\b0\fs24 \cf0
\b SDKI:\b0 Penurunan nafsu makan, mual, muntah, atau pembatasan asupan terkait nyeri perut.
\line \b SLKI:\b0 Status nutrisi memadai (Kode: 100101), asupan nutrisi oral (Kode: 100301).
\line \b SIKI:\b0 Manajemen Nutrisi (Kode: 1100) - pemantauan asupan, kolaborasi pemberian diet sesuai toleransi, edukasi nutrisi.
\b\fs24 \cf0 \ul Diagnosa Keperawatan 4:
\b0\fs24 \cf0 \ul Ansietas (Kode: 00146)
\b0\fs24 \cf0
\b SDKI:\b0 Perasaan cemas atau khawatir terkait kondisi sakit yang dialami.
\line \b SLKI:\b0 Tingkat ansietas menurun (Kode: 121105), koping efektif (Kode: 130201).
\line \b SIKI:\b0 Manajemen Ansietas (Kode: 5820) - pendekatan terapeutik, teknik relaksasi, dukungan emosional.
\b\fs24 \cf0 Catatan:\b0\fs24 \cf0 Diagnosa keperawatan harus ditetapkan berdasarkan pengkajian menyeluruh dan validasi data yang akurat. Kode dan standar mengacu pada dokumen resmi PPNI terbaru.
} -
Article No. 21692 | 15 Sep 2025
Klinis : Seorang perempuan, usia 19 tahun mengalami ruam di batang hidung hingga di kedua pipinya berbentuk seperti kupu-kupu serta di pergelangan tangan. Dari hari ke hari, ruam semakin parah, pasien semakin merasa keletihan dan merasakan nyeri sendi jika terkena sinar matahari langsung. Hasil pengkajian didapatkan bengkak pada pergelangan kaki, sariawan di mulut, rambut rontok, TD 120/80 mmHg, frekuensi nadi 130 x/ menit, frekuensi nafas 30 x/menit, suhu 390C. Hasil foto thoraks didapatkan gambaran akumulasi cairan dan peradangan. Hasil test antinuclear antibody > 60 unit. Pasien mendapatkan terapi farmakologi hydroxychloroquine.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \b \b0\fs24 Berdasarkan data klinis yang disampaikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat sesuai standar SDKI, SLKI, dan SIKI PPNI yang relevan dengan kondisi pasien:\line\line
\b Diagnosa Keperawatan Utama:\b0\line
\b Kode SDKI: 1.1.1\b0 - \i Nyeri Akut\i0\line
\b Definisi:\b0 Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan akibat cedera jaringan aktual atau potensial, dengan onset mendadak atau ringan hingga berat dengan durasi terbatas.\line
\b Data Pendukung:\b0 Pasien melaporkan nyeri sendi saat terpapar sinar matahari, yang merupakan gejala khas Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Demam (39°C) dan proses inflamasi yang terlihat pada foto thoraks juga berkontribusi terhadap persepsi nyeri.\line\line
\b Kriteria Hasil (SLKI):\b0\line
\b Kode SLKI: 1.1.1.1\b0 - \i Tingkat nyeri terkontrol\i0\line
\b Indikator:\b0
1. Melaporkan penurunan skala nyeri.
2. Menunjukkan perilaku nyaman (tidak gelisah).
3. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.\line\line
\b Intervensi Keperawatan (SIKI):\b0\line
\b Kode SIKI: 1.1.1.1\b0 - \i Manajemen Nyeri\i0\line
\b Aktivitas:\b0
1. Kaji karakteristik nyeri (skala, lokasi, durasi, pemicu).
2. Ajarkan teknik non-farmakologis (kompres, relaksasi, hindari paparan sinar matahari langsung).
3. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi (Hydroxychloroquine memiliki efek modulasi nyeri pada SLE).
4. Monitor dan catat respons pasien terhadap intervensi.\line\line
\b Diagnosa Keperawatan Pendukung:\b0\line
\b Kode SDKI: 1.5.1\b0 - \i Intoleransi Aktivitas\i0\line
\b Definisi:\b0 Kondisi dimana seseorang mengalami keletihan fisik atau mental yang menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan aktivitas rutin.\line
\b Data Pendukung:\b0 Pasien mengeluhkan keletihan yang memberat, takikardia (nadi 130x/menit), tachypnea (30x/menit), dan demam, yang secara bersama-sama mengindikasikan peningkatan kebutuhan energi dan penurunan kapasitas fungsional.\line\line
\b Catatan Penting:\b0\line
Konstelasi gejala (ruam malar, fotosensitivitas, artralgia, ulkus oral, alopesia, pleuritis, hasil ANA positif) sangat konsisten dengan diagnosis \i Systemic Lupus Erythematosus (SLE)\i0. Semua diagnosa dan intervensi keperawatan harus dilakukan dalam kerangka kolaboratif dengan tim medis, mengingat kompleksitas dan potensi komplikasi dari penyakit autoimun ini. Pemberian Hydroxychloroquine merupakan terapi standar untuk mengendalikan manifestasi klinis SLE.
\b \b0\fs24\par
} -
Article No. 21693 | 15 Sep 2025
Klinis : Seorang perempuan, usia 19 tahun mengalami ruam di batang hidung hingga di kedua pipinya berbentuk seperti kupu-kupu serta di pergelangan tangan. Dari hari ke hari, ruam semakin parah, pasien semakin merasa keletihan dan merasakan nyeri sendi jika terkena sinar matahari langsung. Hasil pengkajian didapatkan bengkak pada pergelangan kaki, sariawan di mulut, rambut rontok, TD 120/80 mmHg, frekuensi nadi 130 x/ menit, frekuensi nafas 30 x/menit, suhu 390C. Hasil foto thoraks didapatkan gambaran akumulasi cairan dan peradangan. Hasil test antinuclear antibody > 60 unit. Pasien mendapatkan terapi farmakologi hydroxychloroquine.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
**DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN**
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
**I. DATA PENGKAJIAN UTAMA**
- Ruam malar (berbentuk kupu-kupu) pada wajah dan ruam di pergelangan tangan
- Fotosensitivitas (nyeri sendi akibat paparan sinar matahari)
- Keletihan progresif
- Ulkus oral (sariawan)
- Alopesia (rambut rontok)
- Artralgia (nyeri sendi) dan edema pergelangan kaki
- Demam (39°C), takikardia (130 x/menit), takipnea (30 x/menit)
- Bukti radiologis efusi pleura dan inflamasi
- Titer ANA positif tinggi (>60 unit)
- Terapi farmakologis: Hydroxychloroquine
**II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN UTAMA**
**SDKI.B.4: Nyeri Akut** (Kode: 00132)
**Penjelasan:** Diagnosa ini ditetapkan berdasarkan keluhan nyeri sendi yang dipicu oleh paparan sinar matahari (fotosensitivitas) dan adanya proses inflamasi sistemik yang ditunjukkan oleh demam, takikardia, serta hasil laboratorium dan radiologis. Nyeri merupakan manifestasi langsung dari aktivitas penyakit autoimun.
**III. LUARAN KEPERAWATAN (SLKI)**
**SLKI.B.4: Pengendalian Nyeri** (Kode: 2106)
**Kriteria Luaran yang Diharapkan:**
- Skor nyeri dilaporkan menurun (dengan menggunakan skala nyeri yang valid)
- Klien mampu mendemonstrasikan teknik non-farmakologis untuk mengatasi nyeri
- Klien menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal (suhu, nadi, frekuensi napas)
- Klien melaporkan peningkatan kemampuan untuk beristirahat dan melakukan aktivitas
**IV. INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)**
**SIKI.B.4: Manajemen Nyeri** (Kode: 1410)
**Aktivitas Keperawatan:**
1. **Manajemen Farmakologis:**
* Kolaborasi pemberian analgesik dan obat anti-inflamasi sesuai resep (Hydroxychloroquine telah diberikan).
* Monitor efektivitas terapi dan timbulnya efek samping.
2. **Intervensi Non-Farmakologis:**
* Ajarkan dan bantu teknik non-farmakologis (misalnya, relaksasi, distraksi, kompres).
* Anjurkan tirah baring selama fase akut untuk mengurangi stres pada sendi.
3. **Edukasi dan Lingkungan:**
* Lakukan edukasi mengenai fotosensitivitas dan pentingnya **perlindungan dari paparan sinar matahari langsung** (menggunakan tabir surya, pakaian tertutup, topi).
* Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
4. **Monitoring:**
* Kaji karakteristik nyeri (skala, lokasi, durasi, faktor pencetus) secara berkala.
* Pantau tanda-tanda vital dan respons klien terhadap intervensi.
**--- CATATAN PENTING ---**
Berdasarkan kumpulan gejala dan tanda klinis (ruam malar, fotosensitivitas, artritis, ulkus oral, efusi pleura, hasil ANA positif) serta usia dan jenis kelamin pasien, **diagnosis medis yang paling mungkin adalah Systemic Lupus Erythematosus (SLE)**. Perawat perlu waspada terhadap potensi komplikasi serius dan berkolaborasi erat dengan tim medis. Diagnosa keperawatan lain seperti **Intoleransi Aktivitas** (SDKI.B.1) dan **Hipertermia** (SDKI.B.3) juga sangat relevan untuk ditambahkan dalam perencanaan keperawatan menyeluruh. -
Article No. 21694 | 15 Sep 2025
Klinis : Seorang perempuan, usia 19 tahun mengalami ruam di batang hidung hingga di kedua pipinya berbentuk seperti kupu-kupu serta di pergelangan tangan. Dari hari ke hari, ruam semakin parah, pasien semakin merasa keletihan dan merasakan nyeri sendi jika terkena sinar matahari langsung. Hasil pengkajian didapatkan bengkak pada pergelangan kaki, sariawan di mulut, rambut rontok, TD 120/80 mmHg, frekuensi nadi 130 x/ menit, frekuensi nafas 30 x/menit, suhu 390C. Hasil foto thoraks didapatkan gambaran akumulasi cairan dan peradangan. Hasil test antinuclear antibody > 60 unit. Pasien mendapatkan terapi farmakologi hydroxychloroquine.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
**DIAGNOSIS KEPERAWATAN DAN INTERVENSI BERDASARKAN PPNI**
**Untuk Pasien dengan Susapan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)**
\line
\line
**I. DATA UTAMA PENGKAJIAN**
Berdasarkan data yang disampaikan, pasien perempuan usia 19 tahun menunjukkan manifestasi klinis yang konsisten dengan **Systemic Lupus Erythematosus (SLE)**, antara lain:
1. Ruam malar (butterfly rash) pada hidung dan pipi.
2. Fotosensitivitas (nyeri sendi akibat paparan sinar matahari).
3. Ulkus oral (sariawan).
4. Artritis (pembengkakan pergelangan kaki).
5. Alopecia (rambut rontok).
6. Demam (suhu 39°C).
7. Pleuritis/perikarditis (gambaran akumulasi cairan dan peradangan pada foto thoraks).
8. Hasil laboratorium: ANA > 60 unit (positif tinggi).
9. Gejala sistemik: keletihan, takikardia (nadi 130x/menit), takipnea (30x/menit).
\line
**II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN UTAMA**
Berdasarkan **Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)** edisi IV, diagnosis keperawatan yang utama adalah:
**Kode SDKI: B.3 **
**Nyeri Akut **
**Penjelasan:**
Nyeri akut pada pasien ini disebabkan oleh inflamasi sistemik akibat SLE, yang dimanifestasikan melalui nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, dan pleuritis. Nyeri diperburuk oleh paparan sinar matahari (fotosensitivitas) dan aktivitas inflamasi yang aktif.
\line
**III. INTERVENSI KEPERAWATAN**
**A. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)**
**Kode SLKI: B.3.2**
**Luaran:** Nyeri Terkontrol
**Kriteria Evaluasi:**
1. Skala nyeri menurun (dari skala berat ke ringan atau hilang).
2. Ekspresi wajah rileks.
3. Pasien mampu beristirahat dengan adequate.
4. Tanda vital dalam rentang normal (nadi <100x/menit, frekuensi napas 16-20x/menit).
**B. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)**
**Kode SIKI: B.3.2.1**
**Manajemen Nyeri**
**Tindakan Keperawatan:**
1. **Kaji karakteristik nyeri:** skala, lokasi, durasi, dan faktor pemicu (termasuk paparan sinar matahari).
2. **Kolaborasi pemberian farmakologi:**
- Memastikan terapi hydroxychloroquine diberikan sesuai protokol (untuk mengontrol penyakit secara keseluruhan).
- Kolaborasi pemberian analgesik dan anti-inflamasi sesuai resep.
3. **Intervensi non-farmakologi:**
- Anjurkan istirahat yang adequate untuk mengurangi keletihan.
- Hindari paparan sinar matahari langsung (gunakan pelindung).
- Kompres dingin pada sendi yang bengkak.
4. **Edukasi pasien:**
- Penyebab nyeri pada SLE dan pentingnya terapi maintenance.
- Teknik relaksasi untuk mengurangi persepsi nyeri.
\line
**IV. DIAGNOSIS KEPERAWATAN SEKUNDER**
**Kode SDKI: A.3**
**Intoleransi Aktivitas**
**Penjelasan:**
Disebabkan oleh keletihan, demam, takikardia, dan takipnea yang terkait dengan aktivitas penyakit SLE.
**Intervensi (SIKI: A.3.2.1 - Manajemen Energi):**
1. Anjurkan aktivitas bertahap dan istirahat adequate.
2. Monitor tanda vital sebelum dan setelah aktivitas.
3. Kolaborasi manajemen anemia jika terdapat penyerta.
\line
**V. CATATAN KHUSUS**
1. Pemantauan ketat terhadap efek samping hydroxychloroquine (misalnya, gangguan ocular) diperlukan dalam jangka panjang.
2. Pasien memerlukan pendekatan holistik dan interdisipliner mengingat SLE adalah penyakit multisistem.
3. Edukasi mengenai pentingnya kepatuhan terapi dan kontrol rutin untuk mencegah flare-up.
\line
**\b TTD,**
**\b Perawat Klinis**
**\b [Nama Perawat]**
**\b Ners., M.Kep.** -
Article No. 21695 | 15 Sep 2025
Klinis : Seorang laki-laki, usia 48 tahun di rawat di rumah sakit dengan keluhan nyeri di area bola mata, sakit kepala berat, penglihatan kabur serta mata memerah. Hasil pemeriksaan diagnostic tonometri tekanan intraokuler 25 mmHg, pemeriksaan gonioskopi didapatkan hasil trabecular meshwork (saluran pengalir aqueous humour) tersumbat sebagian. Riwayat Kesehatan pasien mengalami miopi sejak usia 10 tahun. Saat ini lapang pandang pasien menyempit seperti membentuk terowongan dan pasien menyapaikan bahwa seperti melihat bayangan di sekeliling cahaya.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \b\fs28 Diagnosa Keperawatan dan Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI\b0\fs24
\par
\par
\b Kondisi Pasien:\b0 Laki-laki, usia 48 tahun, dengan keluhan nyeri pada bola mata, sakit kepala berat, penglihatan kabur, mata memerah, tekanan intraokuler 25 mmHg, penyempitan lapang pandang (visus tubular), fotopsia (melihat bayangan di sekeliling cahaya), riwayat miopia, dan hasil gonioskopi menunjukkan obstruksi parsial pada trabecular meshwork.
\par
\par
\b Diagnosa Keperawatan Utama:\b0
\par \b Nyeri Akut\b0 (SDKI: 1.1)
\par
\par
\b Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:\b0
\par
\par
\b 1. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) - Kode: 1.1 (Nyeri Akut)\b0
\par \b Definisi:\b0 Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat cedera jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut; onset mendadak atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan durasi kurang dari 3 bulan.
\par \b Karakteristik Utama pada Pasien:\b0 Laporan nyeri pada bola mata dan sakit kepala berat (karakteristik subjektif), perilaku berhati-hati, gelisah, serta perubahan tanda-tanda vital (dapat diasumsikan seperti takikardia atau hipertensi) sebagai respons terhadap nyeri.
\par
\par
\b 2. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) - Kode: 1.1 (Kontrol Nyeri)\b0
\par \b Definisi:\b0 Tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri.
\par \b Indikator Luaran yang Relevan (Skala 1-5):\b0
\par - Tingkat nyeri (5: Nyeri terkontrol dengan baik)
\par - Perilaku mengatasi nyeri (5: Selalu menggunakan perilaku mengatasi nyeri)
\par - Toleransi terhadap nyeri (5: Toleran terhadap nyeri)
\par \b Tujuan:\b0 Meningkatkan skala luaran untuk mengurangi intensitas nyeri yang dilaporkan pasien.
\par
\par
\b 3. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) - Kode: 1.1 (Manajemen Nyeri)\b0
\par \b Definisi:\b0 Memberikan perawatan yang mendukung dan memfasilitasi penghilangan nyeri atau ketidaknyamanan.
\par \b Aktivitas Intervensi yang Relevan:\b0
\par - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokalitas, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi).
\par - Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (contoh: relaksasi, distraksi, kompres).
\par - Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi dan resep dokter (misal, analgetik oral atau topical untuk mengurangi nyeri dan inflamasi).
\par - Monitor efektivitas manajemen nyeri dan efek samping intervensi farmakologis.
\par
\par
\b Catatan Akademis:\b0 Berdasarkan data klinis (tekanan intraokuler 25 mmHg, visus tubular, fotopsia, dan obstruksi trabecular meshwork), kondisi pasien mengindikasikan \b Glaukoma Sudut Terbuka\b0 yang memerlukan penanganan segera. Nyeri akut menjadi diagnosa keperawatan prioritas karena dampaknya terhadap kenyamanan, kualitas hidup, dan potensi peningkatan tekanan intraokuler lebih lanjut. Intervensi keperawatan harus berfokus pada manajemen nyeri serta kolaborasi dengan tim medis untuk terapi penurunan tekanan intraokuler (seperti pemberian obat golongan beta-blocker atau prostaglandin analog). Pemantauan ketat terhadap respons terapi dan edukasi pasien mengenai kondisi dan pengobatannya sangat esensial.
\par
\par
\b Referensi:\b0 PPNI. (2017). \i Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Edisi 1-6.\i0 PPNI. Jakarta.
\par PPNI. (2018). \i Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Edisi 1-6.\i0 PPNI. Jakarta.
\par PPNI. (2019). \i Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Edisi 1-6.\i0 PPNI. Jakarta.
\par
} -
Article No. 21696 | 15 Sep 2025
Klinis : Tn. D adalah seorang pegawai kantor berusia 35 tahun yang datang ke poliklinik rawat jalan dengan keluhan keluarnya cairan dari telinga kiri yang berlangsung terus-menerus sejak 2 minggu terakhir. la juga mengeluhkan penurunan pendengaran ringan, nyeri telinga sesekali, dan rasa penuh di telinga. Kadang-kadang ia mengalami pusing, terutama saat berdiri terlalu cepat. la mengakui bahwa sejak kecil sering mengalami infeksi telinga berulang tetapi tidak pernah mendapatkan pengobatan yang tepat. Belakangan ini ia sering membersihkan telinganya dengan cotton bud. la juga sering mengalami infeksi saluran pernapasan atas akibat kebiasaan merokok dan paparan ruangan ber-AC di tempat kerja. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan otoskop menunjukkan adanya perforasi pada membran timpani dengan cairan purulen di telinga kiri. Dokter menegakkan. diagnosis Otitis Media Supuratif Kronik (CSOM). Tn. D tampak cemas, menanyakan apakah kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen dan apakah ia perlu menjalani operasi, la juga menyampaikan bahwa keluarnya cairan telinga dan gangguan pendengaran memengaruhi konsentrasinya saat bekerja serta membuatnya. merasa malu dalam pergaulan sosial. Apa saja 3 diagnosa keperawatan utama dari kasus utama
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \b\fs28 \cf0 Berdasarkan analisis kasus Tn. D dengan kondisi Otitis Media Supuratif Kronik (CSOM), berikut adalah tiga diagnosa keperawatan utama yang ditetapkan sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
\par
\b\fs24 \cf0 1. \b\fs24 \cf0 \b\fs24 \cf0 \ul\b\fs24 \cf0 Gangguan Persepsi Sensori: Pendengaran\ulnone\b\fs24 \cf0 (SDKI: 4.5)
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 Penjelasan:\ulnone\b\fs22 \cf0 Diagnosa ini terkait dengan penurunan pendengaran ringan yang dialami Tn. D akibat perforasi membran timpani dan akumulasi cairan purulen, yang mengganggu transmisi suara. Kondisi ini diperburuk oleh riwayat infeksi telinga berulang dan kebiasaan membersihkan telinga dengan cotton bud, yang dapat menyebabkan trauma atau infeksi tambahan.
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 SLKI:\ulnone\b\fs22 \cf0 Luaran yang diharapkan termasuk peningkatan persepsi pendengaran dan pemulihan fungsi pendengaran (SLKI terkait: 4.5.1 - Kemampuan mendeteksi suara meningkat).
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 SIKI:\ulnone\b\fs22 \cf0 Intervensi keperawatan meliputi pemantauan fungsi pendengaran, edukasi tentang teknik komunikasi efektif, dan kolaborasi untuk terapi medis (SIKI terkait: 4.5.1 - Manajemen gangguan pendengaran).
\par
\b\fs24 \cf0 2. \b\fs24 \cf0 \b\fs24 \cf0 \ul\b\fs24 \cf0 Nyeri Akut\ulnone\b\fs24 \cf0 (SDKI: 1.1)
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 Penjelasan:\ulnone\b\fs22 \cf0 Tn. D melaporkan nyeri telinga sesekali, yang disebabkan oleh inflamasi dan infeksi pada telinga tengah akibat CSOM. Nyeri ini dapat memengaruhi kenyamanan dan aktivitas sehari-hari, serta diperparah oleh faktor seperti perubahan tekanan atau iritasi dari cairan purulen.
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 SLKI:\ulnone\b\fs22 \cf0 Luaran mencakup pengurangan nyeri hingga tingkat yang dapat ditoleransi dan peningkatan kenyamanan (SLKI terkait: 1.1.4 - Tingkat nyeri menurun).
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 SIKI:\ulnone\b\fs22 \cf0 Intervensi meliputi assessmen nyeri, pemberian analgesik sesuai kolaborasi, dan teknik non-farmakologis seperti kompres hangat (SIKI terkait: 1.1.1 - Manajemen nyeri).
\par
\b\fs24 \cf0 3. \b\fs24 \cf0 \b\fs24 \cf0 \ul\b\fs24 \cf0 Ansietas\ulnone\b\fs24 \cf0 (SDKI: 3.1)
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 Penjelasan:\ulnone\b\fs22 \cf0 Tn. D menunjukkan kecemasan terkait kekhawatiran akan gangguan pendengaran permanen, kebutuhan operasi, serta dampak sosial seperti rasa malu dan gangguan konsentrasi kerja. Ansietas ini dipicu oleh ketidakpastian prognosis dan pengalaman gejala yang berkepanjangan.
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 SLKI:\ulnone\b\fs22 \cf0 Luaran yang diharapkan adalah penurunan tingkat ansietas dan peningkatan koping yang adaptif (SLKI terkait: 3.1.3 - Tingkat ansietas menurun).
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 \ul\b\fs22 \cf0 SIKI:\ulnone\b\fs22 \cf0 Intervensi termasuk memberikan edukasi tentang kondisi dan penatalaksanaannya, teknik relaksasi, dan dukungan emosional (SIKI terkait: 3.1.1 - Manajemen ansietas).
\par
\b\fs22 \cf0 \b\fs22 \cf0 Diagnosa-diagnosa ini diprioritaskan berdasarkan keluhan utama dan dampaknya terhadap kualitas hidup Tn. D. Pendekatan holistik dengan kolaborasi multidisiplin direkomendasikan untuk mencapai luaran yang optimal.
} -
Article No. 21697 | 15 Sep 2025
Klinis : Seorang laki-laki, usia 48 tahun di rawat di rumah sakit dengan keluhan nyeri di area bola mata, sakit kepala berat, penglihatan kabur serta mata memerah. Hasil pemeriksaan diagnostic tonometri tekanan intraokuler 25 mmHg, pemeriksaan gonioskopi didapatkan hasil trabecular meshwork (saluran pengalir aqueous humour) tersumbat sebagian. Riwayat Kesehatan pasien mengalami miopi sejak usia 10 tahun. Saat ini lapang pandang pasien menyempit seperti membentuk terowongan dan pasien menyapaikan bahwa seperti melihat bayangan di sekeliling cahaya.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \rtf1\ansi\ansicpg1252\deff0\nouicompat{\fonttbl{\f0\fnil\fcharset0 Calibri;}}
{\colortbl;\red0\green0\blue0;\red0\green0\blue255;}
{\*\generator Riched20 10.0.22621}\viewkind4\uc1
\pard\sa200\sl276\slmult1\f0\fs22\lang1057 Berdasarkan data klinis yang disajikan, pasien laki-laki usia 48 tahun menunjukkan manifestasi klinis yang mengarah pada \b Glaukoma Sudut Terbuka\b0 . Berikut adalah analisis diagnostik keperawatan sesuai standar PPNI:\par
\par
\b DIAGNOSIS KEPERAWATAN:\b0\par
\cf2\ul\b Nyeri Akut\cf0\ulnone\b0 (Kode: 00132)\par
\b\i Definisi:\i0\b0 Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, dengan onset mendadak atau lambat, intensitas ringan hingga berat, dan perkiraan waktu akhir.\par
\b\i Faktor Terkait:\i0\b0 Peningkatan tekanan intraokuler (25 mmHg) yang menyebabkan distensi dan iskemia jaringan okuler.\par
\b\i Manifestasi:\i0\b0 Nyeri pada bola mata, sakit kepala berat, mata memerah.\par
\par
\cf2\ul\b Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan\cf0\ulnone\b0 (Kode: 00122)\par
\b\i Definisi:\i0\b0 Perubahan dalam jumlah atau pola stimulasi yang datang disertai dengan respons yang melemah, berlebih, terganggu, atau terhambat.\par
\b\i Faktor Terkait:\i0\b0 Kerusakan saraf optik akibat hipertensi okuler dan obstruksi parsial trabecular meshwork.\par
\b\i Manifestasi:\i0\b0 Penglihatan kabur, penyempitan lapang pandang (visi tubular), melihat halo di sekitar cahaya (photopsia).\par
\par
\b STANDAR LUARAN KEPERAWATAN INDONESIA (SLKI):\b0\par
Untuk diagnosis \i Nyeri Akut\i0 (00132):\par
\- SLKI 2101: Tingkat nyeri terkontrol\par
\- SLKI 2103: Perilaku mengatasi nyeri\par
\- SLKI 2104: Fungsi fisik selama nyeri\par
\par
Untuk diagnosis \i Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan\i0 (00122):\b\par
\b0\- SLKI 1302: Pemahaman tentang gangguan sensori\par
\- SLKI 1303: Adaptasi terhadap gangguan sensori\par
\- SLKI 1304: Fungsi sensori\par
\par
\b STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA (SIKI):\b0\par
Untuk diagnosis \i Nyeri Akut\i0 (00132):\par
\- SIKI 5610: \i Manajemen Nyeri\i0\par
\tab - Aktivitas: Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi\par
\tab - Kolaborasi pemberian analgetik dan agen anti-glaukoma (seperti beta-blocker topikal)\par
\par
\- SIKI 6680: \i Perawatan Okuler\i0\par
\tab - Monitor tekanan intraokuler dan karakteristik nyeri\par
\tab - Lindungi mata dari iritan dan cahaya terang\par
\par
Untuk diagnosis \i Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan\i0 (00122):\par
\- SIKI 5610: \i Manajemen Nyeri\i0 (untuk mengurangi faktor yang memperberat gangguan penglihatan)\par
\- SIKI 6540: \i Peningkatan Proses Sensori\i0\par
\tab - Orientasi pada lingkungan untuk mencegah cedera\par
\tab - Fasilitasi penggunaan alat bantu visual jika diperlukan\par
\tab - Edukasi tentang adaptasi terhadap perubahan lapang pandang\par
\par
\b Catatan Klinis:\b0 Riwayat miopi sejak usia dini merupakan faktor risiko signifikan untuk perkembangan glaukoma. Tekanan intraokuler 25 mmHg (diatas normal 10-21 mmHg) mengonfirmasi hipertensi okuler, sementara penyempitan lapang pandang dan visual halo menunjukkan gangguan fungsi saraf optik yang memerlukan intervensi segera.\par
} -
Article No. 21698 | 15 Sep 2025
Klinis : pasien datng dengan keluhan susah tidur
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \rtf1\ansi\ansicpg1252\deff0\nouicompat\deflang1057{\fonttbl{\f0\fnil\fcharset0 Calibri;}}
{\colortbl;\red0\green0\blue0;\red0\green0\blue255;\red0\green128\blue0;\red128\green0\blue0;}
{\*\generator Riched20 10.0.22621}\viewkind4\uc1
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\f0\fs22\lang1057 Berdasarkan keluhan pasien yaitu \i susah tidur\i0 , berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI sesuai standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):\par
\par
\b DIAGNOSA KEPERAWATAN:\b0\par
\cf2\ul Gangguan Pola Tidur\cf1\ulnone (Kode: 00095)\par
\par
\b\i Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI):\i0\b0\par
Pengalaman individu yang tidak adekuat dalam kuantitas atau kualitas tidur. \cf3\ul Faktor yang Berhubungan\cf1\ulnone : ansietas, nyeri, ketidaknyamanan lingkungan, atau perubahan rutinitas harian.\par
\par
\b\i Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):\i0\b0\par
\cf3\ul Tidur\cf1\ulnone (Kode: 0901)\par
\cf4\ul Kriteria Luaran:\cf1\ulnone\par
- Kualitas tidur membaik (skor 1-5)\par
- Durasi tidur adekuat (skor 1-5)\par
- Mengungkapkan perasaan segar setelah bangun tidur (skor 1-5)\par
\par
\b\i Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):\i0\b0\par
\cf3\ul Peningkatan Tidur\cf1\ulnone (Kode: 1850)\par
\cf4\ul Aktivitas Keperawatan:\cf1\ulnone\par
- Kaji pola dan kebiasaan tidur pasien\par
- Identifikasi faktor penyebab gangguan tidur\par
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif untuk tidur\par
- Ajarkan teknik relaksasi sebelum tidur\par
- Kolaborasi pemberian terapi farmakologi jika diperlukan\par
- Anjurkan untuk membatasi konsumsi kafein di malam hari\par
\par
\b Catatan:\b0 Diagnosa ini memerlukan pengkajian lebih lanjut untuk menegakkan faktor penyebab secara spesifik dan menyesuaikan intervensi sesuai dengan kondisi individu pasien.\par
} -
Article No. 21700 | 15 Sep 2025
Klinis : Defisit nutrisi b.d keengganan untuk makan d.d penurunan berat badan badan lebih dari 10 % dari rentang normal (D.0019)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \b\fs28 Diagnosa Keperawatan: Defisit Nutrisi b.d Keengganan untuk Makan d.d Penurunan Berat Badan Lebih dari 10% dari Rentang Normal (D.0019)
\b\fs24 \par
\b\fs20 \ul SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):\ul0
\b0\fs20 \tab Kode: D.0019\line
\tab \b Definisi:\b0 Keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.\line
\tab \b Karakteristik Utama (d.d):\b0 Penurunan berat badan lebih dari 10% dari rentang normal.\line
\tab \b Faktor yang Berhubungan (b.d):\b0 Keengganan untuk makan.\par
\b\fs20 \ul SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):\ul0
\b0\fs20 \tab Kode: L.04018 - Status Nutrisi\line
\tab \b Definisi Luaran:\b0 Keparahan dari tanda dan gejala malnutrisi.\line
\tab \b Indikator dan Skala Luaran yang Relevan:\b0 \line
\tab\tab • \b L.0401801 - Asupan makanan dan cairan:\b0 (1) Tidak adekuat -> (5) Sangat adekuat\line
\tab\tab • \b L.0401803 - Berat badan:\b0 (1) Sangat tidak sesuai -> (5) Sangat sesuai dengan tinggi badan dan usia\line
\tab\tab • \b L.0401804 - Keinginan untuk makan:\b0 (1) Tidak ada -> (5) Sangat kuat\line
\tab \b Tujuan:\b0 Meningkatkan skor pada indikator-indikator tersebut, menuju tingkat yang optimal (4 atau 5).\par
\b\fs20 \ul SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):\ul0
\b0\fs20 \tab Kode: I.11260 - Manajemen Nutrisi\line
\tab \b Definisi:\b0 Pemberian dukungan nutrisi melalui pola makan yang seimbang.\line
\tab \b Aktivitas Intervensi yang Relevan:\b0 \line
\tab\tab • \b I.1126001:\b0 Kaji faktor penyebab keengganan untuk makan (misalnya, psikologis, fisiologis, atau lingkungan).\line
\tab\tab • \b I.1126004:\b0 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori dan jenis nutrisi yang sesuai.\line
\tab\tab • \b I.1126010:\b0 Berikan makanan dalam porsi kecil namun sering.\line
\tab\tab • \b I.1126013:\b0 Ciptakan lingkungan makan yang nyaman dan bebas distraksi.\line
\tab\tab • \b I.1126020:\b0 Monitor asupan dan output nutrisi serta perubahan berat badan secara berkala.\line
\tab\tab • \b I.1126024:\b0 Berikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya nutrisi dan konsekuensi defisit nutrisi.\par
\b\fs20 \ul Penjelasan Singkat:\ul0
\b0\fs20 Diagnosa keperawatan ini menetapkan bahwa klien mengalami \b defisit nutrisi\b0 yang secara langsung \b berhubungan dengan (b.d)\b0 faktor psikologis atau perilaku, yaitu \b keengganan untuk makan\b0. Hal ini \b dibuktikan dengan (d.d)\b0 data objektif yang terukur, yaitu \b penurunan berat badan lebih dari 10% dari rentang normal\b0, yang merupakan indikator klinis signifikan dari malnutrisi. Pendekatan asuhan keperawatan difokuskan untuk mengatasi penyebab keengganan, meningkatkan asupan nutrisi, dan memulihkan status gizi klien melalui intervensi yang terstandarisasi.
\par
}