Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15617 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan otot dan hemiparesis.
2. Perubahan Persepsi Sensori (Gangguan Penglihatan) berhubungan dengan papiledema dan hemianopsia temporal.
3. Nyeri Akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
4. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Serebral berhubungan dengan efek massa dan edema perilesional.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Gangguan Mobilitas Fisik:
- SDKI: Keterbatasan kemampuan untuk melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah secara mandiri.
- SLKI: Intervensi untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah secara mandiri.
- SIKI: Tindakan untuk memfasilitasi atau mempertahankan kemampuan pasien dalam melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah secara mandiri.
2. Perubahan Persepsi Sensori (Gangguan Penglihatan):
- SDKI: Perubahan dalam kemampuan merasakan, menginterpretasi, dan memberi makna pada rangsangan sensorik.
- SLKI: Intervensi untuk memfasilitasi persepsi sensorik yang adekuat.
- SIKI: Tindakan untuk memfasilitasi kemampuan pasien dalam merasakan, menginterpretasi, dan memberi makna pada rangsangan sensorik.
3. Nyeri Akut:
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang bersifat tiba-tiba atau lambat dan berakibat kurang dari 3 bulan.
- SLKI: Intervensi untuk mengurangi atau menghilangkan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang bersifat tiba-tiba atau lambat dan berakibat kurang dari 3 bulan.
- SIKI: Tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang bersifat tiba-tiba atau lambat dan berakibat kurang dari 3 bulan.
4. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Serebral:
- SDKI: Ancaman gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen dan nutrisi pada jaringan otak.
- SLKI: Intervensi untuk mencegah atau mengatasi gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen dan nutrisi pada jaringan otak.
- SIKI: Tindakan untuk mencegah atau mengatasi gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen dan nutrisi pada jaringan otak. -
Article No. 15618 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang telah dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakstabilan Neurovaskular
2. Gangguan Mobilitas Fisik
3. Gangguan Persepsi Sensorik
Penjelasan:
1. Ketidakstabilan Neurovaskular
- SDKI: Ketidakstabilan Neurovaskular
- SLKI: Stabilitas Neurovaskular
- SIKI: Manajemen Neurovaskular
- Penjelasan: Pasien mengalami keluhan sakit kepala, mual, muntah, dan gangguan penglihatan yang mengarah pada adanya peningkatan tekanan intrakranial akibat massa pada lobus parietalis kiri. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakstabilan fungsi saraf pusat dan sistem vaskular.
2. Gangguan Mobilitas Fisik
- SDKI: Gangguan Mobilitas Fisik
- SLKI: Mobilitas Fisik
- SIKI: Manajemen Mobilitas
- Penjelasan: Pasien mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh (hemiparesis) yang dapat mengganggu mobilitas fisik dan aktivitas sehari-hari.
3. Gangguan Persepsi Sensorik
- SDKI: Gangguan Persepsi Sensorik
- SLKI: Persepsi Sensorik
- SIKI: Manajemen Persepsi Sensorik
- Penjelasan: Pasien mengalami gangguan penglihatan berupa pandangan kabur dan hemianopsia temporal yang dapat menyebabkan gangguan persepsi sensorik.
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merupakan standar yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk membantu perawat dalam mengidentifikasi, merencanakan, dan melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas. -
Article No. 15619 | 15 Apr 2025
Klinis : Data Subjektif: • Merasa sedih dan kehilangan motivasi. • Sulit tidur dan nafsu makan menurun. • Mengungkapkan rasa bersalah dan penyesalan. Data Objektif: • Tampak menangis saat wawancara. • Ekspresi wajah murung, respon lambat. • Penurunan berat badan 3 kg dalam 1 bulan. • Kurang berinteraksi sosial.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data subjektif dan objektif yang Anda berikan, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami kondisi yang mengarah pada diagnosa keperawatan:
1. Gangguan Proses Pikir Berhubungan Dengan Depresi
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan proses pikir adalah perubahan fungsi kognitif yang ditandai dengan perubahan persepsi, atensi, konsentrasi, memori, berpikir, dan proses pengambilan keputusan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat menunjukkan proses pikir yang adekuat, yaitu kemampuan menerima, menyimpan, dan menggunakan informasi secara efektif.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
- Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi proses pikir
- Bantu pasien mengidentifikasi dan mengatasi gangguan proses pikir
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan lebih lanjut.
Dengan pendekatan yang holistik dan kolaboratif, diharapkan pasien dapat memulihkan proses pikirnya dan mengatasi kondisi depresi yang dialami. -
Article No. 15620 | 15 Apr 2025
Klinis : pasien kehilangan suami Data Subjektif: • Merasa sedih dan kehilangan motivasi. • Sulit tidur dan nafsu makan menurun. • Mengungkapkan rasa bersalah dan penyesalan. Data Objektif: • Tampak menangis saat wawancara. • Ekspresi wajah murung, respon lambat. • Penurunan berat badan 3 kg dalam 1 bulan. • Kurang berinteraksi sosial.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data subjektif dan objektif yang diberikan, diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien tersebut adalah:
1. Berduka Tak Teratasi
Definisi: Respon individu terhadap kehilangan yang berbeda dari ekspektasi normal atau respon yang diharapkan, ditandai dengan kesedihan mendalam, penyangkalan, marah, dan mungkin disfungsi fisik, emosional, spiritual, sosial, atau ekonomi yang berkelanjutan.
Penjelasan singkat:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Berduka Tak Teratasi adalah diagnosis keperawatan yang menggambarkan reaksi individu terhadap kehilangan yang berbeda dari ekspektasi normal atau respon yang diharapkan, ditandai dengan kesedihan mendalam, penyangkalan, marah, dan mungkin disfungsi fisik, emosional, spiritual, sosial, atau ekonomi yang berkelanjutan.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Luaran yang dapat dicapai adalah kemampuan klien dalam beradaptasi dengan kehilangan, terjalinnya hubungan interpersonal yang mendukung, dan peningkatan strategi koping yang efektif.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan dukungan emosional, memfasilitasi ekspresi perasaan, membantu klien dalam beradaptasi dengan kehilangan, dan melibatkan keluarga/sistem pendukung dalam proses penyembuhan.
Pendekatan yang diterapkan adalah dengan nada akademis dan persona pakar/perawat, memberikan penjelasan diagnosis keperawatan dan komponen-komponen standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai dengan kondisi pasien. -
Article No. 15621 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai perawat profesional, saya akan memberikan rekomendasi diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kasus sistem saraf ini.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan pada sisi kanan tubuh, sebagaimana ditunjukkan oleh hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5).
2. Gangguan Persepsi Sensorik berhubungan dengan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur dan hemianopsia temporal.
3. Risiko Perubahan Perfusi Serebral berhubungan dengan adanya massa pada lobus parietalis kiri, efek massa, dan edema perilesional yang dapat menyebabkan pergeseran garis tengah otak.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Pasien dapat melakukan aktivitas fisik secara mandiri atau dengan bantuan minimal.
- Pasien menunjukkan peningkatan kekuatan otot pada sisi kanan tubuh.
- Pasien dapat berpindah dan berjalan dengan aman.
2. Gangguan Persepsi Sensorik:
- Pasien dapat mengidentifikasi objek dan lingkungan sekitar dengan baik.
- Pasien melaporkan tidak ada lagi gangguan penglihatan.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman.
3. Risiko Perubahan Perfusi Serebral:
- Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
- Tidak terjadi penurunan status neurologis yang lebih lanjut.
- Tidak terjadi komplikasi seperti kejang atau penurunan kesadaran.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Latihan rentang gerak sendi dan kekuatan otot secara bertahap.
- Berikan bantuan dan alat bantu mobilisasi yang sesuai.
- Ajarkan pasien dan keluarga teknik mobilisasi yang aman.
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program rehabilitasi.
2. Gangguan Persepsi Sensorik:
- Observasi tanda-tanda perubahan status persepsi sensorik.
- Modifikasi lingkungan untuk mengurangi risiko bahaya.
- Berikan latihan dan stimulasi untuk meningkatkan fungsi penglihatan.
- Kolaborasi dengan ahli optometri untuk evaluasi dan pengobatan.
3. Risiko Perubahan Perfusi Serebral:
- Pantau tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (misalnya, perubahan kesadaran, sakit kepala, muntah).
- Posisikan pasien dengan kepala elevasi 30-45 derajat.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian kortikosteroid dan rencana intervensi bedah saraf.
- Pantau hasil pemeriksaan diagnostik (CT-Scan, MRI, EEG) secara berkala.
Penjelasan yang rinci dan terperinci di atas diharapkan dapat membantu Anda dalam merencanakan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk pasien dengan kondisi sistem saraf ini. Jangan ragu untuk bertanya jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut. -
Article No. 15622 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kasus tersebut:
1. Gangguan Perfusi Jaringan Otak
Definisi: Penurunan sirkulasi oksigen ke otak yang dapat menyebabkan disfungsi seluler.
Faktor berhubungan: Peningkatan tekanan intrakranial, pergeseran garis tengah, edema perilesional.
2. Hambatan Mobilitas Fisik
Definisi: Keterbatasan dalam melakukan pergerakan fisik yang disengaja, baik mandiri maupun dengan bantuan.
Faktor berhubungan: Hemiparesis, gangguan keseimbangan dan koordinasi.
3. Gangguan Komunikasi Verbal
Definisi: Keterbatasan dalam menyampaikan pesan secara lisan.
Faktor berhubungan: Gangguan fungsi neurologis (afasia).
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perfusi Jaringan Otak Membaik
- Indikator: Kesadaran membaik, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, tidak ada gejala defisit neurologis baru.
2. Mobilitas Fisik Meningkat
- Indikator: Pasien dapat melakukan pergerakan secara mandiri, kekuatan otot meningkat, koordinasi dan keseimbangan membaik.
3. Komunikasi Verbal Membaik
- Indikator: Pasien dapat menyampaikan pesan secara verbal dengan baik, tidak ada gangguan berbicara.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
- Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (nyeri kepala, muntah, papiledema, pergeseran garis tengah)
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian kortikosteroid, diuretik, dan tindakan bedah sesuai indikasi.
- Posisikan kepala setinggi 30-45 derajat untuk mengurangi edema otak.
2. Terapi Aktivitas
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk meningkatkan kekuatan otot, koordinasi, dan keseimbangan.
- Latihan ROM aktif dan pasif, latihan ambulasi, dan pelatihan aktivitas fungsional.
3. Terapi Wicara
- Kolaborasi dengan terapis wicara untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi verbal dan memberikan intervensi terapeutik.
- Latihan artikulasi, pemahaman bahasa, dan strategi komunikasi alternatif.
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas mencerminkan persona seorang pakar dan perawat yang menggunakan bahasa akademis untuk memberikan rekomendasi diagnosis, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kasus pasien dengan kondisi sistem saraf. -
Article No. 15623 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 20: Bayi perempuan, umur 4 hari dirawat di ruang perinatologi dengan manifestasi jaundice/ikterik. Bayi lahir secara normal, usia gestasi 35 minggu dengan berat lahir 2500 gram. Hasil pengkajian didapatkan sklera tampak ikterik, bayi terlihat kuning pada area kepala sampai dengan di atas lutut, kulit teraba dingin, suhu tubuh 36,70C, frekuensi napas 38 x/menit, nadi 116 x/menit. Menurut ibu, bayi malas menetek dan tampak lemah. Pertanyaan: a. Berapakah derajat ikterus bayi tersebut menurut penilaian Kramer? pada area tubuh manakah terlihat ikterus yang paling jelas saat pemeriksaan fisik? b. Apa jenis pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan pada bayi untuk membantu menegakkan diagnosis? Berapakah nilai/hasil pemeriksaan yang dikatakan patologis? c. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai pada anak sesuai kasus tersebut? d. Persiapkan bayi untuk fototerapi, tuliskan SOP tindakan pelaksanaan fototerapi, dan praktikan saat bimbingan laboratorium?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: a. Berdasarkan penilaian Kramer, derajat ikterus bayi tersebut berada pada tahap 3. Ikterus yang paling jelas terlihat pada area kepala sampai dengan di atas lutut.
b. Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin total. Nilai bilirubin total yang dikatakan patologis pada bayi prematur usia 4 hari adalah >12 mg/dL.
c. Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kasus ini adalah:
1. Bilirubin tinggi (Hyperbilirubinemia) berhubungan dengan imaturitas sistem metabolisme bilirubin.
d. Persiapan bayi untuk fototerapi:
1. Posisikan bayi dalam inkubator dengan cahaya fototerapi.
2. Pastikan kulit bayi terbuka luas untuk menerima cahaya.
3. Gunakan pakaian tipis atau popok untuk menutupi area yang tidak perlu terpapar cahaya.
4. Pertahankan suhu lingkungan dalam rentang normal.
5. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital, intake-output, dan kadar bilirubin secara berkala.
SOP Tindakan Pelaksanaan Fototerapi:
1. Cuci tangan sesuai prosedur sebelum melakukan tindakan.
2. Posisikan bayi dalam inkubator dengan kulit terbuka luas.
3. Atur intensitas cahaya fototerapi sesuai rekomendasi.
4. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital, intake-output, dan kadar bilirubin secara berkala.
5. Berikan nutrisi yang adekuat untuk mendukung metabolisme bilirubin.
6. Lakukan dokumentasi tindakan dan respon bayi terhadap fototerapi.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kadar bilirubin normal: Kadar bilirubin akan menurun dan berada dalam rentang normal sesuai usia bayi.
2. Hiperbilirubinemia teratasi: Bayi tidak lagi menunjukkan gejala ikterus atau hiperbilirubinemia.
3. Risiko komplikasi teratasi: Bayi tidak mengalami komplikasi akibat hiperbilirubinemia, seperti ensefalopati biliruber.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pemantauan tanda-tanda vital dan kadar bilirubin secara berkala.
2. Pemberian fototerapi sesuai rekomendasi.
3. Pemberian nutrisi yang adekuat untuk mendukung metabolisme bilirubin.
4. Pencegahan hipotermia dan pengelolaan suhu lingkungan yang optimal.
5. Edukasi dan dukungan kepada orang tua terkait perawatan bayi dengan hiperbilirubinemia.
6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, bidan, ahli gizi) untuk penanganan yang komprehensif. -
Article No. 15624 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 20: Bayi perempuan, umur 4 hari dirawat di ruang perinatologi dengan manifestasi jaundice/ikterik. Bayi lahir secara normal, usia gestasi 35 minggu dengan berat lahir 2500 gram. Hasil pengkajian didapatkan sklera tampak ikterik, bayi terlihat kuning pada area kepala sampai dengan di atas lutut, kulit teraba dingin, suhu tubuh 36,70C, frekuensi napas 38 x/menit, nadi 116 x/menit. Menurut ibu, bayi malas menetek dan tampak lemah. Pertanyaan: a. Berapakah derajat ikterus bayi tersebut menurut penilaian Kramer? pada area tubuh manakah terlihat ikterus yang paling jelas saat pemeriksaan fisik? b. Apa jenis pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan pada bayi untuk membantu menegakkan diagnosis? Berapakah nilai/hasil pemeriksaan yang dikatakan patologis? c. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai pada anak sesuai kasus tersebut? d. Persiapkan bayi untuk fototerapi, tuliskan SOP tindakan pelaksanaan fototerapi, dan praktikan saat bimbingan laboratorium?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Kasus 20:
Bayi perempuan, umur 4 hari dirawat di ruang perinatologi dengan manifestasi jaundice/ikterik. Bayi lahir secara normal, usia gestasi 35 minggu dengan berat lahir 2500 gram. Hasil pengkajian didapatkan sklera tampak ikterik, bayi terlihat kuning pada area kepala sampai dengan di atas lutut, kulit teraba dingin, suhu tubuh 36,70C, frekuensi napas 38 x/menit, nadi 116 x/menit. Menurut ibu, bayi malas menetek dan tampak lemah.
a. Berdasarkan penilaian Kramer, derajat ikterus bayi tersebut adalah derajat III. Ikterus yang paling jelas terlihat pada area kepala sampai dengan di atas lutut.
b. Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin total. Nilai bilirubin total yang patologis pada bayi dengan usia 4 hari adalah > 12 mg/dL.
c. Diagnosis keperawatan yang sesuai pada kasus ini adalah:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hiperbilirubinemia.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan kemampuan menyusu.
d. Persiapan bayi untuk fototerapi:
1. Pasang alat fototerapi di dekat tempat tidur bayi.
2. Lepaskan pakaian bayi, kecuali popok.
3. Letakkan bayi dalam posisi terlentang di bawah sinar fototerapi.
4. Letakkan kain penutup mata untuk melindungi mata bayi.
5. Pantau suhu tubuh bayi secara berkala.
6. Observasi dan catat respon bayi selama fototerapi.
SOP Pelaksanaan Fototerapi:
1. Cuci tangan sesuai standar.
2. Persiapkan alat fototerapi dan tempat tidur bayi.
3. Jelaskan prosedur kepada orang tua.
4. Pasang alat fototerapi dengan jarak 30-50 cm dari bayi.
5. Letakkan bayi dalam posisi terlentang dan buka pakaian bayi.
6. Tutup mata bayi dengan penutup mata.
7. Nyalakan alat fototerapi dan atur intensitas cahaya sesuai kebutuhan.
8. Pantau suhu tubuh bayi setiap 1 jam.
9. Observasi dan catat respon bayi selama fototerapi.
10. Lakukan pergantian popok dan posisi bayi setiap 2-3 jam.
11. Berikan nutrisi yang cukup selama fototerapi.
12. Evaluasi efektivitas fototerapi setiap 4-6 jam.
13. Dokumentasikan tindakan dan respon bayi. -
Article No. 15625 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 20: Bayi perempuan, umur 4 hari dirawat di ruang perinatologi dengan manifestasi jaundice/ikterik. Bayi lahir secara normal, usia gestasi 35 minggu dengan berat lahir 2500 gram. Hasil pengkajian didapatkan sklera tampak ikterik, bayi terlihat kuning pada area kepala sampai dengan di atas lutut, kulit teraba dingin, suhu tubuh 36,70C, frekuensi napas 38 x/menit, nadi 116 x/menit. Menurut ibu, bayi malas menetek dan tampak lemah. Pertanyaan: a. Berapakah derajat ikterus bayi tersebut menurut penilaian Kramer? pada area tubuh manakah terlihat ikterus yang paling jelas saat pemeriksaan fisik? b. Apa jenis pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan pada bayi untuk membantu menegakkan diagnosis? Berapakah nilai/hasil pemeriksaan yang dikatakan patologis? c. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai pada anak sesuai kasus tersebut? d. Persiapkan bayi untuk fototerapi, tuliskan SOP tindakan pelaksanaan fototerapi, dan praktikan saat bimbingan laboratorium?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan jawaban atas pertanyaan Anda mengenai kasus bayi perempuan berusia 4 hari dengan manifestasi jaundice/ikterik.
1. Kode ICD-10:
- Kode: P59.0
- Deskripsi: Ikterus neonatal fisiologis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.31
- Deskripsi: Fototerapi
a. Derajat ikterus bayi tersebut menurut penilaian Kramer adalah derajat 3, karena area ikterus terlihat mulai dari kepala hingga di atas lutut. Ikterus yang paling jelas saat pemeriksaan fisik terlihat pada area kepala dan leher.
b. Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan pada bayi untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan kadar bilirubin total. Hasil pemeriksaan yang dikatakan patologis adalah kadar bilirubin total >15 mg/dL.
c. Diagnosis keperawatan yang sesuai pada anak berdasarkan kasus tersebut adalah:
- Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan imaturitas sistem termoregulasi
- Penurunan kapasitas menyusu berhubungan dengan kelemahan
d. Persiapan bayi untuk fototerapi:
- Bayi diletakkan dalam inkubator terbuka dengan jarak lampu fototerapi sekitar 30-50 cm dari permukaan kulit bayi.
- Bayi dipakaikan pakaian yang tipis dan mata serta organ genital ditutup untuk mencegah paparan berlebihan.
- Suhu inkubator diatur sesuai dengan kebutuhan bayi, biasanya di kisaran 32-34°C.
- Bayi harus sering dipantau tanda-tanda vital, intake-output, dan kadar bilirubin.
SOP Tindakan Pelaksanaan Fototerapi:
1. Verifikasi identitas bayi dan diagnosa ikterus.
2. Persiapkan alat-alat fototerapi, seperti inkubator terbuka, lampu fototerapi, dan perlengkapan lainnya.
3. Atur posisi bayi dalam inkubator, pastikan bayi terbaring telentang dan area kulit terbuka maksimal.
4. Atur intensitas cahaya fototerapi sesuai dengan rekomendasi (biasanya 30-50 μW/cm2/nm).
5. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital, intake-output, dan kadar bilirubin secara berkala.
6. Catat semua tindakan dan respon bayi pada lembar observasi.
7. Berikan perawatan suportif lainnya sesuai kebutuhan bayi.
Praktikkan prosedur fototerapi pada saat bimbingan laboratorium sesuai dengan SOP yang telah dijelaskan. -
Article No. 15626 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 20: Bayi perempuan, umur 4 hari dirawat di ruang perinatologi dengan manifestasi jaundice/ikterik. Bayi lahir secara normal, usia gestasi 35 minggu dengan berat lahir 2500 gram. Hasil pengkajian didapatkan sklera tampak ikterik, bayi terlihat kuning pada area kepala sampai dengan di atas lutut, kulit teraba dingin, suhu tubuh 36,70C, frekuensi napas 38 x/menit, nadi 116 x/menit. Menurut ibu, bayi malas menetek dan tampak lemah. Pertanyaan: a. Berapakah derajat ikterus bayi tersebut menurut penilaian Kramer? pada area tubuh manakah terlihat ikterus yang paling jelas saat pemeriksaan fisik? b. Apa jenis pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan pada bayi untuk membantu menegakkan diagnosis? Berapakah nilai/hasil pemeriksaan yang dikatakan patologis? c. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai pada anak sesuai kasus tersebut? d. Persiapkan bayi untuk fototerapi, tuliskan SOP tindakan pelaksanaan fototerapi, dan praktikan saat bimbingan laboratorium?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosis keperawatan SDKI, luaran SLKI, dan intervensi SIKI yang sesuai dengan kasus yang diberikan.
a. Penilaian Derajat Ikterus Menurut Kramer:
Berdasarkan keterangan bahwa bayi tampak kuning pada area kepala sampai di atas lutut, dapat disimpulkan bahwa derajat ikterus bayi tersebut adalah derajat 3 menurut penilaian Kramer. Ikterus paling jelas terlihat pada area kepala dan badan.
b. Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin total. Nilai bilirubin total yang dikatakan patologis pada bayi umur 4 hari dengan usia gestasi 35 minggu adalah > 12 mg/dL.
c. Diagnosis Keperawatan SDKI:
Berdasarkan data yang diberikan, diagnosis keperawatan SDKI yang sesuai adalah:
1. Intoleransi Aktivitas (00092)
Karakteristik Definisi: Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau yang dibutuhkan.
Faktor Berhubungan: Kelemahan.
2. Risiko Hipotermia (00005)
Karakteristik Definisi: Rentan mengalami penurunan suhu tubuh di bawah normal.
Faktor Berhubungan: Usia, kondisi patologis.
3. Ketidakefektifan Pemberian Makan (00103)
Karakteristik Definisi: Ketidakmampuan untuk menyerap nutrisi yang cukup melalui jalur oral untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Faktor Berhubungan: Ketidakmampuan untuk menetek/minum, kelemahan.
d. Persiapan Fototerapi:
Persiapan bayi untuk fototerapi meliputi:
1. Menempatkan bayi pada inkubator terbuka atau tempat tidur bayi dengan paparan cahaya biru yang cukup.
2. Menutup mata bayi dengan pelindung mata yang bersih dan lembut.
3. Menjaga suhu dan kelembaban inkubator/tempat tidur bayi sesuai kebutuhan.
4. Menjaga kebersihan dan kenyamanan bayi selama menjalani fototerapi.
SOP Pelaksanaan Fototerapi:
1. Cuci tangan sesuai prosedur.
2. Tempatkan bayi pada inkubator terbuka atau tempat tidur bayi dengan paparan cahaya biru yang cukup.
3. Tutup mata bayi dengan pelindung mata yang bersih dan lembut.
4. Atur suhu dan kelembaban inkubator/tempat tidur bayi sesuai kebutuhan.
5. Pantau tanda-tanda vital bayi, intake-output, serta warna kulit secara berkala.
6. Lakukan perawatan bayi selama menjalani fototerapi, seperti memandikan, mengganti popok, dan menyusui.
7. Informasikan keluarga mengenai tujuan, proses, dan perawatan bayi selama fototerapi.
8. Dokumentasikan tindakan dan respon bayi selama fototerapi.
Luaran SLKI (Setelah Asuhan Keperawatan):
1. Toleransi Aktivitas Membaik (0005)
2. Risiko Hipotermia Terkendali (0007)
3. Makan Adekuat (0004)
Intervensi SIKI (Sesuai Luaran yang Diharapkan):
1. Manajemen Aktivitas (4310)
2. Pemantauan Suhu Tubuh (3900)
3. Promosi Makan (1800)
Semoga penjelasan ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menanyakannya. Wassalamualaikum.